Sunday, 16 October 2011

Bacaan Bangkit dari Ruku’ dan I’tidal

Ucapan : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

Artinya : “ Allah Mengabulkan (pujian) orang-orang yang memujiNya”.

Penjelasan :
          Tidak seperti perpindahan antar gerakan lain dalam sholat yang berupa bacaan takbir, ketika bangkit dari ruku’, kita diSunnahkan untuk membaca lafadz tersebut. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim :
 ...ثُمَّ يَقُوْلُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ حِيْنَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ ...
“ … kemudian beliau mengucapkan : Sami’allaahu liman hamidah ketika mengangkat tulang punggungnya dari ruku’ (H.R AlBukhari-Muslim)

          Dijelaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin bahwa makna : سَمِعَ اللهُ adalah ‘Allah mengabulkan’ karena fi’il (kata kerja) : سَمِعَ diikuti dengan huruf lam ( ل  ). Sehingga dalam hal ini artinya tidak hanya sekedar ‘mendengar’, tapi juga ‘mengabulkan’ karena kalau hanya sekedar ‘mendengar’, Allah mendengar orang-orang yang memuji maupun yang tidak memujiNya. Sedangkan makna : حَمِدَهُ  adalah memuji Allah (mensifatiNya dengan Sifat-sifat Kesempurnaan) diiringi dengan perasaan cinta dan pengagungan. Jadi, tidak sekedar memuji, namun harus diiringi dengan perasaan cinta dan pengagungan.
          Jika timbul pertanyaan : mengapa diartikan ‘mengabulkan’ padahal seseorang hamba tersebut memujiNya bukan berdoa kepadaNya? Maka jawabannya adalah : karena sesungguhnya seseorang yang memuji Allah, sesungguhnya ia secara lisaanul haal telah berdoa kepadaNya, karena ia memuji Allah dengan mengharapkan pahala dariNya. Maka jika dia mengharapkan pahala dari Allah, maka pujian kepadaNya dalam bentuk tahmid, dzikir, dan takbir mengandung doa, karena tidaklah dia memuji Allah kecuali karena mengharapkan pahala. Sehingga makna mengabulkan sesuai dengan hal tersebut 46
          Dijelaskan oleh para Ulama’ bahwa doa terbagi menjadi 2 :
1. Doa yang berarti permintaan
2. Doa yang berarti ibadah.
          Memuji Allah adalah termasuk ibadah sehingga termasuk juga doa. Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang berdoa kepadanya baik doa itu berupa permintaan dengan memberikan apa yang diminta, dan mengabulkan orang-orang yang berdoa ibadah dengan memberikan pahala kepadanya.

I’tidal (Berdiri tegak setelah bangkit dari ruku’)
          Terdapat beberapa bacaan yang dituntunkan Nabi ketika I’tidal, yaitu :
1) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Anas bin Malik diriwayatkan oleh AlBukhari dan hadits Abu Sa’id AlKhudry yang diriwayatkan oleh Muslim 47:
رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ
   “ Wahai Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian “


2) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Anas bin Malik, yang diriwayatkan oleh Muslim 48:
رَبَّنَا وَ لَكَ اْلحَمْدُ
   “ Wahai Tuhan kami kabulkanlah dan (hanya) untukMu (segala) pujian “
     Dijelaskan oleh Ibnu Daqiiqil Ied : “ seakan-akan penetapan huruf wau ( و ) menunjukkan makna tambahan sehingga maknanya : ‘ “Wahai Tuhan kami kabulkanlah, dan untukMu lah (segenap) pujian” sehingga (bacaan ini) mengandung makna doa dan makna pengkhabaran “   

3) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim 49:
اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ
     “ Yaa Allah Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian “

4) Bacaan yang disebutkan dalam lafadz yang lain yang diriwayatkan oleh AlBukhari 50:
 اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَ لَكَ اْلحَمْدُ
     “ Yaa Allah Tuhan kami kabulkanlah, dan (hanya) untukMu lah (segala) pujian “

5)  Bacaan yang disebutkan dalam hadits Rifa’ah bin Raafi’ AzZuroqiy yang diriwayatkan oleh AlBukhari 51 :
رَبَّنَا وَلَكَ اْلحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
     “ Wahai Tuhan kami, (hanya) untukMu lah (segala) pujian yang banyak, baik, dan diberkahi padanya “(lihat penjelasan untuk lafadz yang hampir serupa pada salah satu bacaan iftitah)

6) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abdillah Ibn Abi Aufa yang diriwayatkan Muslim 52:
اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ اْلأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ   مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
     “ Yaa Allah Tuhan kami (hanya) untukMu lah (segala) puji sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh segala sesuatu sesuai KehendakMu setelahnya “
   
  Penjelasan :
          Al-Muthohhir menjelaskan : “ Ini adalah permisalan dan pendekatan (makna), karena ucapan/kalimat (pujian) tidak bisa diukur dalam bentuk takaran-takaran dan tidak pula dapat dimuat oleh tempat-tempat penampung. Hanyalah yang dimaksud adalah (untuk menunjukkan) banyaknya jumlah (berlimpah) sehingga kalau seandainya dirupakan dalam suatu wujud/bentuk yang bisa memenuhi suatu tempat, akan mencapai segala sesuatu yang memenuhi langit dan bumi. (Sedangkan makna) : 
وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
(artinya): (yang memenuhi) lebih dari itu atau (memenuhi) di antara keduanya (langit dan bumi), dan yang memenuhi selainnya seperti ‘Arsy, al-Kursi,di bawah tanah …(dan yang lainnya yang hanya Allah saja yang mengetahuinya)“
     At-Tuurbusytii menjelaskan : “ (makna kalimat) :
 وَمِلْءَ مَا شِئْتَ
    (“ dan memenuhi segala sesuatu sesuai KehendakMu…”)
    “ Ini menunjukkan pengakuan kelemahan (hamba) sehingga tidak mampu sepenuhnya bisa menunaikan pujian (yang sempurna bagi Allah) setelah upaya (maksimal), karena ia telah memuji Allah dengan pujian yang memenuhi langit dan bumi. Ini adalah puncak (pujian) (yang bisa diungkapkan), kemudian ketika meningkat dan semakin tinggi, ia serahkan (pujian itu)  sesuai dengan Kehendak Allah, karena memang tidak ada akhir/ batas pujian (bagi Allah)”53
                   Memang tidak mungkin tercakup pada ucapan manusia seluruh pujian untuk Allah. Asy-Syaikh Muhammad Ibn Sholih al-‘Utsaimin menjelaskan: “ Allah Subhaanahu WaTa’ala terpuji atas segala makhluk yang diciptakanNya, dan atas segala perbuatan yang dilakukanNya, dan Allahlah (yang paling berhak) mendapatkan pujian. Dan telah diketahui bahwa langit dan bumi serta isinya seluruhnya adalah makhlukNya, sehingga pujian memenuhi langit dan bumi…”54
         Rasulullah akan diberi ilham pujian-pujian untuk Allah yang tidak pernah diucapkan oleh seorangpun sebelum beliau sebagaimana dalam sebuah hadits tentang Syafaatul ‘Udzhma (ketika manusia memohon syafaat kepada Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam pada yaumul qiyaamah): 
... فَيَقُوْلُوْنَ يَا مُحَمَّدُ أَنْتَ رَسُوْلُ الله وَخَاتِمُ الأنْبِيَاءِ وَقَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ اِشْفَعْ لَنَا إِِِلَى رَبِّكَ أَلاَ تَرَى إِلَى مَا نَحْنُ فِيْهِ فَأَنْطَلِقُ فَآتِي تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ  يَفْتَحُ اللّهُ عَلَيَّ وَيُلْهِمُنِي مِنْ مَحَامِدِهِ  وَحُسْنِ الثَّنَاءِ عَلَيْهِ شَيْئًا لَمْ يَفْتَحْهُ عَلَى أَحَدٍ قَبْلِيْ
…” Maka manusia berkata : ‘Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para Nabi. Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang. Mintalah syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat keadaan kami yang seperti ini?’(Kemudian Rasulullah menyatakan): Kemudian aku pergi menuju bawah Arsy dan sujud kepada Tuhanku Azza Wa Jalla kemudian Allah membukakan kepadaku dan mengilhamkan kepadaku pujian-pujian yang baik untukNya yang tidak pernah dibukakan untuk orang-orang sebelumku”(H.R AlBukhari dan Muslim)

7) Bacaan yang disebutkan dalam hadits Abi Sa’id al-Khudry yang diriwayatkan Muslim 55:
رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ أَهْلَ الثَّنَاءِ وَاْلمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ اْلعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ
     “ Wahai Tuhan kami, (hanya) untukMu lah segala pujian sepenuh langit dan bumi dan sepenuh segala sesuatu sesuai KehendakMu setelahnya. (Engkaulah) Pemilik pujian dan Keagungan, (suatu ucapan) yang paling berhak diucapkan seorang hamba: dan kami seluruhnya adalah hambaMu. Yaa Allah, tidak ada satupun penghalang yang bisa menghalangi dari apa yang Engkau beri, dan tidak ada suatupun pemberi yang bisa memberikan apapun yang Engkau halangi dan tidaklah ada yang bermanfaat kecuali amalan sholeh untuk taat kepadaMu dan segala yang bisa mendekatkan kepadaMu “

Penjelasan :
     Penjelasan sebagian lafadz di awal sudah dikupas sebelumnya. Dalam tambahan lafadz ini kita mengakui bahwa Allahlah yang berhak mendapatkan pujian dan keagungan. Kita mengakui sepenuhnya bahwa kita adalah hamba Allah, kemudian kita yakini sepenuhnya kekuasaan Allah atas seluruh makhluk yang jika Ia berkehendak untuk memberi suatu manfaat kepada seseorang, tidak ada satu kekuatan pun yang bisa menghalangi tersampaikannya pemberian Allah itu. Sebaliknya, jika Allah halangi sesuatu sampai pada seseorang, maka tidak akan ada satupun kekuatan yang bisa menyampaikannya pada seseorang tersebut. Hal ini nampak jelas pada lafadz :
اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
    “Yaa Allah, tidak ada satupun penghalang yang bisa menghalangi dari apa yang Engkau beri, dan tidak ada suatupun pemberi yang bisa memberikan apapun yang Engkau halangi”
    Dalam sebuah hadits Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan pengajaran yang begitu agung kepada Sahabat Ibnu Abbas, yang masih belia saat itu :
يَاغُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَلَوِاجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُف
   “ Wahai anak, aku akan mengajarimu beberapa kalimat : ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati Ia ada di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepadaNya. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepadaNya. Ketahuilah, bahwa kalau seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, tidak akan sampai manfaat itu kepadamu kecuali jika Allah tetapkan sampai kepadamu. Dan jika seluruh umat berkumpul untuk menimbulkan mudharat kepadamu, tidak akan bisa memudharatkanmu sesuatupun kecuali jika Allah tetapkan sesuatu bisa memudharatkanmu. Telah diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran “(H.R Ahmad, Abu Ya’la, AlHaakim, dan atTirmidzi, beliau menyatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
          Makna kalimat :
وَلاَ يَنْفَعُ ذَا اْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ
     “ Tidaklah bermanfaat kekayaan (duniawi) bagi pemiliknya, karena kekayaan itu berasal dariMu. Hanyalah yang bermanfaat amalan sholih dan segala upaya untuk mendekatkan diri kepadaMu (sesuai dengan yang Engkau ridlai)(dijelaskan oleh AlHafidz dalam Fathul Baari (2/332), AnNawaawi dalam syarh Shohiih Muslim (4/196),Abut Thoyyib dalam ‘Aunul Ma’bud (3/59)).
          Allah Subhaanahu WaTa’ala berfirman :
 اْلمَالُ وَاْلبَنُوْنَ زِيْنَةُ اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاْلبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ أَمَلاًَ
    “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amalan-amalan sholih adalah lebih baik balasannya dan lebih (pantas) untuk diangankan “ (Q.S AlKahfi : 46)
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَّلاَ بَنُوْنَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
     “ Pada hari yang tidak bermanfaat waktu itu harta maupun anak, kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat (dari syirik dan kemunafiqan) “(
     Q.S AsySyu’araa’ : 88-89)
 
     Sebagian ulama’ menukilkan periwayatan dengan lafadz lain :
وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجِدِّ مِنْكَ اْلجِدُّ
  dengan bacaan : اْلجِدِّ (huruf jim dikasroh), yang diartikan : al-ijtihaad (upaya). Sehingga maknanya adalah : ‘tidaklah bermanfaat semata-mata amalan sholih seseorang, yang bisa menyelamatkan dia (selain dengan amalannya) kecuali harus dengan fadhilah dan rahmat dari Allah’. Pendapat demikian dikemukakan oleh AsySyaibaani dan dirajihkan oleh AsSuyuuthi dalam syarh asSuyuuthi li sunaan an-Nasaai (2/199) namun dilemahkan oleh al-Imam al-Qurthuby)

No comments:

Post a Comment