Begitu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, unta beliau
menderum di kebun milik dua orang anak dari kalangan sahabat beliau.
Maka, tempat itulah yang dijadikan sebagai areal masjid. Kedua anak
tersebut lebih memilih menghibahkan tanah itu kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Di dalam hadis tentang peristiwa hijrah yang
panjang disebutkan, “Lalu, beliau mengendarai binatang tunggangannya
dengan diiringi orang-orang. Sampai akhirnya, binatang tersebut menderum
di lokasi (calon) masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Madinah. Di tempat itu, hari itu juga beliau mendirikan shalat bersama
kaum muslimin. Lokasi tersebut adalah kebun kurma milik Suhail dan Sahl,
dua orang anak yatim yang berada di bawah asuhan As’ad bin Zurarah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika binatang
tunggangannya menderum di tempat tersebut, ‘Tempat ini, insya Allah,
akan menjadi tempat tinggal (saya).’ Kemudian, beliau memanggil dua
orang anak pemilik tanah tersebut dan menawar tanah mereka untuk
dijadikan masjid. Keduanya berkata, ‘Tidak, bahkan kami menghibahkannya
untukmu, wahai Rasulullah.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
enggan untuk menerimanya sebagai hibah, hingga beliau membelinya dari
keduanya ….” (H.r. Bukhari, no. 3906)
Lihatlah, salah seorang
dari kaum muda sahabat. Ketika ia menerima warisan dari ibunya berupa
sejumlah harta yang menyenangkan jiwa, ia bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sedekah yang mesti ia keluarkan.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, ia berkata, “Seorang anak datang
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –menurut riwayat lain,
“Seorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam–,
‘Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan meninggalkan perhiasan.
Apakah aku boleh menyedekahkannya atas nama ibuku?’ Beliau bertanya,
‘Ibumu menyuruhmu untuk melakukannya?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Beliau
bersabda, ‘Tahanlah kalung ibumu itu.’”
Ubaidillah bin Abbas terkenal sebagai seorang dermawan. Ibnu Sa’ad
berkata, “Abdullah dan Ubaidillah, dua orang putra Abbas. Jika keduanya
datang ke kota Mekah maka Abdullah menyebarkan ilmu ke segenap
penduduknya, sedang Ubaidillah membagi-bagikan makanan untuk mereka.
Ubaidillah adalah seorang pedagang.”
Pada perisitiwa perang
Khandaq, di saat penderitaan kaum muslimin menjadi-jadi, Jabir merasa
sedih melihat kondisi yang menimpa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ia memiliki kisah kepahlawanan tersendiri yang ia tuturkan sendiri,
“Pada hari-hari pertempuran Khandaq, kami menggali parit. Ada sebongkah
batu keras yang menghalang. Orang-orang datang menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Ada batu keras yang melintang di
parit.’ Beliau bersabda, ‘Aku yang akan turun (tangan).’ Lalu, beliau
berdiri, sedangkan ketika itu ada batu yang terikat di perut beliau.
Kami melewati tiga hari tanpa menyantap makanan. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengambil godam dan memukulkannya (ke batu), hingga
batu itu hancur menjadi pasir berhamburan. Aku berkata, ‘Wahai
Rasulullah, izinkan aku kembali pulang ke rumah.’ Aku berkata kepada
istriku, ‘Aku melihat pada diri Rasulullah sebuah kesabaran. Apakah kamu
ada sedikit makanan?’ Istriku menjawab, ‘Aku punya gandum dan seekor
anak kambing.’ Aku pun menyembelih kambing dan menumbuk gandum. Lalu,
aku masukkan daging ke dalam periuk.
Aku datang menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika adonan telah melunak dan daging
dalam wadah di atas tungku hampir matang. Aku berkata, ‘Aku mempunyai
sedikit makanan, silakan Anda datang bersama satu atau dua orang ke
rumahku.’ Beliau bertanya, ‘Seberapa banyak makanan itu?’ Aku
beritahukan jumlahnya. Beliau bersabda, ‘Makanan yang banyak dan baik.’
Beliau melanjutkan, ‘Katakan kepada istrimu untuk tidak mengangkat
pembakaran dan adonan roti dari perapian hingga aku datang.’ Beliau
berkata kepada para sahabatnya, ‘Bangkitlah kalian!’ Maka, segenap kaum
Muhajirin dan Anshar bangkit berdiri.” Ketika Jabir masuk menemui
istrinya, ia berkata, “Rasulullah akan datang bersama kaum Muhajirin dan
Anshar serta orang-orang yang ada bersama mereka.” Istrinya bertanya,
“Apakah beliau menanyakan sesuatu kepadamu?” Jabir menjawab, “Ya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Masuklah kalian dan
jangan berdesak-desakan.”
Beliau mulai memotong-motong roti dan
menaruh daging di atasnya, lalu menutup periuk dan perapian bila
mengambil (daging atau roti) darinya. Lalu, beliau mendekatkannya kepada
para sahabatnya dan mengambilkannya. Beliau terus memotong-motong roti
hingga semua orang kekenyangan, dan ternyata makanan itu masih tersisa.”
Jabir berkata kepada istrinya, “Makanlah ini dan hadiahkanlah, sungguh
orang-orang sedang ditimpa kelaparan.” (H.r. Bukhari, no. 4101; Muslim,
no. 2039)
Barangkali, generasi muda saat ini tidak memahami
nilai harta bagi keluarga mereka sebab mereka masih hidup di bawah
tanggungan biaya keluarga. Adapun mereka, generasi muda sahabat, sangat
dermawan menginfakkan harta meskipun hanya sedikit yang mereka miiki.
Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang rela melewati malam dalam
kondisi lapar. Bahan, makanan untuk diri dan keluarganya ia infakkan di
jalan Allah.
Alangkah bagusnya bila generasi muda melatih
dirinya berinfak dan berderma. Yang menjadi tolak ukur bukan besaran
harta yang diinfakkan, melainkan niat tulus yang dengannya mereka
mendermakan sedikit harta yang dimiliki. Jumlah yang sedikit ini teramat
besar di sisi Allah. Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik.
Begitulah perilaku yang diajarkan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yakni ketika
beliau bersabda,
مَامِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍإِ لاَّوَسَيُكَلِّمُهُ
الله يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَ الله ِوَبَيْنَهُ تُرْ جُمَا
نٍّ,ثُمَّ يَنْظُرُ فَلاَ يَرَ ى شَيْأَ قُدَّا مَهُ,ثُمَّ يَنْظُرُ بَيْن
يَدَ يْهِ فَتَسْتَقْيِلُهُ النَّا رُ,فَمَنْ اسْتَطَا عَ مِنْكُمْ أَنْ
يَتَّقِيَ النَّارَ وَلَوْ يِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Tidak seorang pun
di antara kalian kecuali dia akan diajak bicara oleh Allah pada hari
kiamat. Tidak ada penerjemah antara dirinya dengan Allah. Kemudian ia
melihat ternyata tidak ada sesuatu pun yang ia persembahkan.
Selanjutnya, ia menatap ke depan ternyata neraka telah menghadangnya.
Oleh karena itu, barang siapa di antara kalian yang bisa menjaga diri
dari neraka, meski hanya dengan (memberikan) sebelah kurma (maka
lakukanlah).”
Menurut riwayat yang lain, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal neraka. Lalu beliau memohon
perlindungan darinya dan memalingkan wajah beliau. Beliau kembali
menyebutkan perihal neraka, lalu memohon perlindungan darinya dan
memalingkan wajah. Syu’bah berkata, ‘Untuk dua kali tindakan yang beliau
lakukan, aku tidak meragukannya.’ Kemudian beliau bersabda, Jagalah
diri kalian dari neraka meski hanya dengan (menginfakkan) sebelah kurma.
Biarpun yang tidak mendapatkannya, maka hendaknya ia mengucapkan
kata-kata yang baik’.”
Sumber: Biografi Generasi Muda Sahabat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy,
Zam-Zam, Cetakan 1, 2009.
No comments:
Post a Comment