Seorang pria tua berpakaian lusuh berstatus tahanan terlihat duduk dan
merundukkan kepalanya di salah satu sudut teras Masjid yang berada di
dalam kawasan Rutan. Dalam kesendiriannya, linangan air mata mulai
membasahi diantara hamparan kulit keriput wajahnya seiring sepenggal
do’a yang tengah dipanjatkannya.
Ketika dihampiri dan ditanya tentang apa yang sedang dilakukannya, pria
tua itu sambil menghapus air matanya kemudian tersenyum dan menjawab :
“Saya hanya ingin meraih perhatian-Nya. Karena kini saya sadar mengapa
saya berada di dalam Rutan ini. Ternyata semua ini bukan semata-mata
karena kesalahan yang pernah saya lakukan, namun semua ini adalah justru
karena Dia menginginkan agar saya dapat mengetahui arah jalan pulang
saat kelak saya kembali kepada-Nya, yaitu di jalan yang diridhoi-Nya.”
“Bahkan kini saya semakin menyadari dan sekaligus malu jika sedang
bersimpuh dihadapan-Nya, sungguh hanya limpahan ampunan-Nya yang sangat
saya harapkan. Karena ternyata selama ini bukanlah saya yang sedang
didzalimi, namun justru sayalah yang seringkali dan telah mendzalimi
keluarga saya.”
“Saat dimana mereka kini tengah berjuang dan
menutupi kesedihan mereka karena menerima hinaan dan cemooh dari
orang-orang disekitar saya tentang keberadaan diri saya selama berada di
dalam Rutan ini.”
“Terbayang jelas wajah mereka yang menangis
sedih saat melihat saya dibawa oleh petugas, dan hingga akhirnya
dipindahkan ke dalam Rutan ini. Sungguh saya takut, jika ternyata kelak
mereka nanti dihadapan-Nya akan menuntut balik dengan apa yang telah
saya lakukan terhadap mereka.”
“Kini yang saya bisa lakukan
adalah berusaha mencari perhatian-Nya demi meraih ampunan-Nya. Karena
saya juga meyakini bahwa tembok yang tinggi dan kokoh ini takkan pernah
mampu untuk membendung sepenggal do’a yang dipanjatkan oleh saya maupun
teman-teman lainnya yang berada di dalam Rutan ini.”
“Namun
jika diperkenankan saya ingin menyampaikan kepada masyarakat, bahwa kami
sadar dan sekaligus menyesal atas apa yang telah kami lakukan di masa
lalu. Kami memang berstatus tahanan di dalam Rutan ini, namun keberadaan
kami bukanlah untuk dihina atau dikucilkan.”
“Kami juga
manusia yang mempunyai rasa, tapi dengan sepercik rasa yang tersisa itu
juga kami ingin mencoba kembali ke jalan-Nya meskipun kini terpisah dari
keluarga tercinta. Karenanya pandanglah dan perlakukanlah kami
selayaknya manusia dihadapanNya, dan bukan karena seragam maupun status
yang mengiringi sisa hidup kami di tempat ini.”
“Meskipun
hingga kini keberadaan kami masih dianggap hina oleh masyarakat, namun
kami berharap bahwa di suatu masa akan ada sesuatu yang indah mengiringi
kami saat pertemuan dengan-Nya. Saat kesabaran dan keikhlasan yang
mengiringi kami disepanjang perjalanan hari-hari selama berada di dalam
Rutan ini, kelak akan menjadi sebongkah amal yang terindah
dihadapan-Nya. Dan sekaligus sebagai tali penghubung saat kelak kami
akan dipertemukan kembali dengan keluarga tercinta di dalam surga-Nya.”
INSAALLAH
Ketika dihampiri dan ditanya tentang apa yang sedang dilakukannya, pria tua itu sambil menghapus air matanya kemudian tersenyum dan menjawab :
“Saya hanya ingin meraih perhatian-Nya. Karena kini saya sadar mengapa saya berada di dalam Rutan ini. Ternyata semua ini bukan semata-mata karena kesalahan yang pernah saya lakukan, namun semua ini adalah justru karena Dia menginginkan agar saya dapat mengetahui arah jalan pulang saat kelak saya kembali kepada-Nya, yaitu di jalan yang diridhoi-Nya.”
“Bahkan kini saya semakin menyadari dan sekaligus malu jika sedang bersimpuh dihadapan-Nya, sungguh hanya limpahan ampunan-Nya yang sangat saya harapkan. Karena ternyata selama ini bukanlah saya yang sedang didzalimi, namun justru sayalah yang seringkali dan telah mendzalimi keluarga saya.”
“Saat dimana mereka kini tengah berjuang dan menutupi kesedihan mereka karena menerima hinaan dan cemooh dari orang-orang disekitar saya tentang keberadaan diri saya selama berada di dalam Rutan ini.”
“Terbayang jelas wajah mereka yang menangis sedih saat melihat saya dibawa oleh petugas, dan hingga akhirnya dipindahkan ke dalam Rutan ini. Sungguh saya takut, jika ternyata kelak mereka nanti dihadapan-Nya akan menuntut balik dengan apa yang telah saya lakukan terhadap mereka.”
“Kini yang saya bisa lakukan adalah berusaha mencari perhatian-Nya demi meraih ampunan-Nya. Karena saya juga meyakini bahwa tembok yang tinggi dan kokoh ini takkan pernah mampu untuk membendung sepenggal do’a yang dipanjatkan oleh saya maupun teman-teman lainnya yang berada di dalam Rutan ini.”
“Namun jika diperkenankan saya ingin menyampaikan kepada masyarakat, bahwa kami sadar dan sekaligus menyesal atas apa yang telah kami lakukan di masa lalu. Kami memang berstatus tahanan di dalam Rutan ini, namun keberadaan kami bukanlah untuk dihina atau dikucilkan.”
“Kami juga manusia yang mempunyai rasa, tapi dengan sepercik rasa yang tersisa itu juga kami ingin mencoba kembali ke jalan-Nya meskipun kini terpisah dari keluarga tercinta. Karenanya pandanglah dan perlakukanlah kami selayaknya manusia dihadapanNya, dan bukan karena seragam maupun status yang mengiringi sisa hidup kami di tempat ini.”
“Meskipun hingga kini keberadaan kami masih dianggap hina oleh masyarakat, namun kami berharap bahwa di suatu masa akan ada sesuatu yang indah mengiringi kami saat pertemuan dengan-Nya. Saat kesabaran dan keikhlasan yang mengiringi kami disepanjang perjalanan hari-hari selama berada di dalam Rutan ini, kelak akan menjadi sebongkah amal yang terindah dihadapan-Nya. Dan sekaligus sebagai tali penghubung saat kelak kami akan dipertemukan kembali dengan keluarga tercinta di dalam surga-Nya.”
INSAALLAH
No comments:
Post a Comment